Sejak 4 Januari 2006, PM Ariel Sharon terserang stroke berat hingga tak sadarkan diri. Sharon yang kini berumur 77 tahun itu kata para dokter Israel mengalami stroke haemorrhage (perdarahan otak) yang berat (Koran Tempo, 11/01/06). Secara teoritis, stroke haemorrhage terjadi bila arteri pecah di cerebrum (otak besar). Darah akan merembes dan memampatkan jaringan otak. Kondisi ini akan membuat sel-sel otak tidak mendapatkan pasokan oksigen dan akhirnya akan mengantarkan tewasnya korban stroke. Itulah yang nampaknya terjadi pada Sharon. Jika demikian halnya, berarti sebentar lagi koran-koran Israel seperti Yediot Aharonot akan menghiasi halaman-halaman depannya dengan sebuah berita belasungkawa yang besar. Mengapa? Sebab stroke haemorrhage yang parah biasanya mematikan. Hanya sekitar satu dari empat korban stroke ini yang bisa selamat (Koran Tempo, 11/01/06). Siapa Ariel Sharon? Bagi umat Islam, jika Sharon meninggal dalam waktu dekat ini (insya Allah), sangat layak dikenang sebagai musuh Islam yang kejam dan biadab. Sebab tangannya penuh dengan lumuran darah kaum muslimin Palestina yang tak berdosa. Pada bulan Januari 2001, karena kekejamannya yang luar biasa, Sharon pernah disindir sebagai “pemakan daging orang Arab untuk sarapan paginya.” Pada 19 Januari 2001, harian Yediot Aharonot pun memuat bantahan Sharon atas sindiran itu. Tapi sindiran itu sebenarnya wajar saja. Ribuan muslim Palestina mati karena kebiadaban Sharon. Sharon dikenal dengan sebagai ‘jagal Shabra Shatila’ (the Butcher of Shabra Shatila). Peristiwa pembantaian sadis pada 16 September 1982 itu, terjadi di kamp pengungsi Shabra Shatila. Selama dua hari, milisi Kristen Phalangis diberi keleluasaan oleh Israel (lewat komando Sharon) untuk membantai pengungsi muslim Palestina. Bulan Sabit Merah mencatat lebih dari 2000 muslim –kebanyakan wanita dan anak-anak— tewas mengenaskan. Sebagian mereka dijajarkan di tembok, dan kemudian… [masya Allah]...tat tat tat tat tat…mereka yang tak berdaya itu diberondong dengan senapan dari jarak dekat ! (Adian Husaini, Pragmatisme dalam Politik Zionis Israel, 2004:xxi) Itu baru secuil kebuasan Sharon. Pada 28 September 2000, Sharon melakukan kunjungan provokatif ke Masjidil Aqsha. Itu dilakukannya untuk menentang kebijakan PM Ehud Barak (saat itu) yang dengan Perjanjian Camp David II (11-25 Juli 2000) akan membagi kedaulatan atas kota Jerussalem. Sharon bersikeras bahwa Jerussalem seluruhnya adalah hak Israel. Sejak itulah, meledak dahsyat aksi Intifadah II (Intifadah I meletus tahun 1987). Nah, dari kurun waktu 28 September 2000 itu hingga setidaknya April 2004, aksi heroik Intifadah II itu telah memakan korban sekitar 4000 warga muslim Palestina (Adian Husaini, Pragmatisme dalam Politik Zionis Israel, 2004:xviii). Jika dihitung-hitung, dengan gugurnya 4000 syuhada pada kurun waktu tersebut (sekitar 1310 hari), berarti setiap harinya sekitar 3 (tiga) muslim tewas akibat kebiadaban Sharon. Maka, kita jadi maklum, mengapa pada 19 Januari 2001 harian Yediot Aharonot memuat bantahan Sharon bahwa dia adalah “pemakan daging orang Arab untuk sarapan paginya.” Sebab tentu kita pun setuju, bahwa julukan itu tidak benar, karena berarti setiap hari hanya satu muslim yang tewas. Padahal yang benar, setiap hari ada 3 (tiga) muslim yang tewas, bukan satu muslim! Maka julukan tersebut memang perlu dikoreksi, sebab yang benar, Sharon adalah “pemakan daging orang Arab (muslim) untuk sarapan paginya, makan siangnya, dan makan malamnya !” Walhasil, Sharon yang kemudian memenangkan pemilu tahun 2001 dan menjadi perdana menteri Israel menggantikan Ehud Barak, memang sungguh biadab. Bukti-bukti kekejamannya dicatat dengan baik oleh para pengamat politik yang kritis. Noam Chomsky dalam bukunya Power and Terror (terbit 2003), mencatat dua insiden yang menyentuh hati tak lama setelah Sharon menjadi perdana menteri. Pada awal Mei 2002, seorang laki-laki muslim yang berkursi roda tewas secara mengenaskan. Ceritanya, laki-laki muslim itu berupaya menghindari sebuah tank Israel yang menuju ke arah dirinya. Laki-laki itu berteriak dan memberi isyarat. Tapi dia tak bisa lari cepat, karena dia terpaku di kursi roda. Tank Israel anak buah Sharon itu malah terus melaju dan melaju, ke arah laki-laki muslim tak berdaya itu. Dan akhirnya…[masya Allah]…gress…tank Israel itu menggilas laki-laki muslim itu! Tulang-tulangnya menjadi remuk dan tubuhnya menjadi serpihan-serpihan daging yang tercerai-berai berlumuran darah. Benar-benar biadab! Lalu pada 23 Mei 2002, seorang perempuan muslimah yang juga berkursi roda berusaha mencapai rumah sakit untuk mendapat perawatan dialisis (cuci darah). Tapi dia dihadang dan dicegah tentara Israel anak buah Sharon. Perempuan itu menghiba dan memohon. Tapi dengan sombongnya tentara Israel tetap mencegahnya dan akhirnya muslimah itu pun tewas di tempat. Benar-benar kejam ! (Noam Chomsky, Power and Terror : Perbincangan Pasca Tragedi WTC 11 September 2001 Menguak Terorisme Amerika Serikat di Dunia, Yogyakarta : Ikon Teralitera, 2003, hal. 55-56). Jadi, kekejaman dan kebiadaban Sharon memang tak perlu diragukan lagi. Maka kalau dalam waktu dekat ini malaikat Izroil –alaihis salam— mencabut nyawanya, sudah sepatutnya umat Islam di seluruh dunia menyambutnya dengan rasa syukur kepada Allah SWT. Lebih afdhol lagi, kalau rasa syukur itu diwujudkan dalam bentuk sujud syukur. Rasulullah SAW dan para sahabatnya telah melakukan sujud syukur tatkala mereka mendapat nikmat yang besar atau terhindar dari keburukan/bahaya yang besar. Khalifah Abu Bakar bersujud syukur tatkala Musailamah Al-Kadzdzab berhasil ditewaskan kaum muslimin. Khalifah Ali bin Abi Talib bersujud syukur tatkala Dzu Tsadiyah (dari golongan Khawarij) tewas dalam perang Nahrawan. Ka’ab bin Malik bersujud syukur ketika taubatnya diterima oleh Allah SWT (Manshur Ali Nashif, Mahkota Pokok Hadits-Hadits Rasul, Juz I, hal. 679). Jika diperhatikan, wajar dan sangat layak sujud syukur dilakukan tatkala seorang musuh Islam tewas. Maka dari itu, ketika Musailamah tewas, amat wajar Khalifah Abu Bakar lalu bersujud syukur, karena Musailamah selain sesat karena mengaku sebagai nabi, juga sangat kejam kepada kaum muslimin. Ketika Musailamah masih hidup, Rasulullah pernah mengutus Hubaib bin Zaid Al-Anshari untuk mengirim surat guna memperingatkan kesesatan Musailamah. Hubaib lansung diikat setelah menyerahkan surat itu kepada Musailamah. Pada hari berikutnya, Hubaib dihadapkan kepada Musailamah dan diinterogasi oleh Musailamah. “Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad adalah rasul Allah?” tanya Musailamah. “Benar,” jawab Hubaib tegas,”kukatakan bahwa Muhammad adalah rasul Allah!” lanjutnya. Musailamah gusar. Tanyanya lagi,”Apakah engkau bersaksi bahwa aku adalah rasul Allah?” “Telingaku tak bisa mendengar kata-katamu,” ejek Hubaib. Wajah nabi palsu itu pun merah padam karena marah. Kepada algojonya yang bersenjata pedang tajam, Musailamah memerintahkan,”Potong sebagian dari tubuhnya!”Algojo pun mengayunkan pedangnya. Cress! Sepotong anggota tubuh Hubaib jatuh berguling ke tanah. Sekali lagi Musailamah bertanya, “Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad adalah rasul Allah?” Hubaib dengan tegar menjawab,”Benar. Aku nyatakan bahwa Muhammad adalah rasul Allah!” “Dan kamu bersaksi bahwa aku juga rasul Allah?” desak Musailamah. “Kubilang telingaku tak bisa mendengar apa yang kamu katakan!” jawab Hubaib. Musailamah memberi isyarat kepada algojonya, yang segera mengayunkan kembali pedangnya yang tajam. Cress! Sepotong lagi anggota tubuh Hubaib jatuh berguling di sebelah potongan yang pertama. Orang-orang yang menyaksikan peristiwa itu kagum akan ketabahan pemuda itu. Begitulah seterusnya. Musailamah mengulang-ulang pertanyaannya, dan Hubaib pun terus memberikan jawaban yang sama. Algojo pun atas perintah Musailamah terus berulang-ulang memotong satu demi satu anggota tubuh Hubaib tanpa rasa belas kasihan sedikit pun. Sampai akhirnya separuh tubuh Hubaib berupa potongan-potongan daging yang berserakan di tanah, sedang separuhnya lagi berupa potongan yang dapat bicara. Subhanallah! Akhirnya Hubaib gugur sebagai syuhada, sementara lidahnya terus menyebut-nyebut nama Rasulullah yang dibaiatnya di Aqabah dulu. (Abdurrahman Raf’at al-Basya, Sosok Para Sahabat Nabi, Jakarta : Qisthi Opress, 2005:286-288). Demikianlah kisah Hubaib bin Zaid Al-Anshari yang dibunuh dengan sangat kejam oleh Musailamah. Karena itu sangat wajar tatkala mendengar Musailamah tewas terbunuh, khalifah Abu Bakar melakukan sujud syukur kepada Allah Azza wa Jalla.Maka dari itu, jika suatu ketika Ariel Sharon tewas, sudah sepantasnya umat Islam pun bersujud syukur, karena Sharon pun sangat kejam, bahkan jauh lebih kejam daripada Musailamah. Semoga waktu yang berbahagia dan patut disyukuri itu segera tiba. Insya Allah! sumber http://swaramuslim.net/more.php?id=A5120_0_1_0_M
Email : suhu@ymail.com ; suhu@rocketmail.com
- s u h u
- Surabaya, East Java, Indonesia
- Designer Database dan pecinta tehnologi yang Qur'ani
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar